Corilagin Molecular Docking dari Tanaman Ketapang (Terminalia catappa L.) Berpotensi Sebagai Senyawa Penghambat Enzim α-glukosidase untuk Penanganan Diabetes Melitus

Abstrak:

Setiap tahunnya prevalensi penyakit diabetes melitus di Indonesia terus meningkat. Salah satu pendekatan terapinya adalah dengan mencegah pemecahan karbohidrat oleh enzim α-glukosidase sehingga gula dalam darah dapat terkontrol. Tanaman ketapang (Terminalia catappa L.) merupakan salah satu tanaman obat yang digunakan secara turun temurun, uniknya oleh Suku Sangir dan Bolaang Mongondow di Sulawesi Utara digunakan sebagai obat gula atau penurun gula darah. Dalam penelitian ini dilakukan virtual screening senyawa pada tanaman ketapang (Terminalia catappa L.) yang berpotensi sebagai penghambat enzim α-glukosidase dengan metode molecular docking. Teknik ini secara signifikan mampu mengurangi waktu dan biaya eksperimental. Berdasarkan hasil virtual screening, tanaman ketapang (Terminalia catappa L.) berpotensi sebagai anti diabetes dengan corilagin sebagai senyawa utama yang berpotensi menghambat enzim α-glukosidase.

Latar belakang:

Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme dengan hiperglikemia dan intoleransi glukosa karena defisiensi insulin, gangguan efektivitas kerja insulin, atau keduanya (Secree dkk., 2003). Secara umum, penyakit ini dibagi atas dua tipe, yaitu tipe 1 dengan kerusakan sel beta pankreas akibat faktor autoimun, genetik atau idiopatik dan tipe 2 yang umumnya timbul akibat resistensi insulin terkait perubahan gaya hidup (Indonesia, 2013).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, prevalensi nasional penyakit diabetes melitus adalah 1,1% dan menduduki peringkat kedua dalam proporsi penyebab kematian masyarakat perkotaan diatas umur lima tahun dengan prosentase sebesar 9.7% (Dasar, 2007). Kemudian pada tahun 2013 prevalensi diabetes melitus meningkat menjadi 2,1% dengan proporsi penduduk diatas 15 tahun sebesar 6,9% (Indonesia, 2013), dan menurut konsensus perkeni tahun 2015 prevalensi diabetes melitus pada penduduk diatas umur 15 tahun meningkat menjadi 10.9% di tahun 2018 (Dasar, 2018). Menurut survei yang dilakukan World Health Organization (WHO), Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita DM terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat (Wild dkk., 2004). Pada tahun 2000 terdapat 8,4 juta penderita DM dan pada tahun 2030 diperkirakan meningkat menjadi 21,3 juta penderita (Wild dkk., 2004).

α-Glucosidase inhibitors (AGIs) merupakan senyawa yang mampu menurunkan glukosa. Enzim α-Glucosidase bertempat di pinggiran usus halus dan enzim ini mempu memecah karbohidrat menjadi monosakarida yang mampu di absorpsi. (Stuart A.  Ross dkk., 2004)

Salah satu pendekatan terapi untuk mengobati diabetes melitus adalah mengendalikan hiperglikemia postprandial dengan mencegah aktivitas α-glukosidase, enzim yang terlibat dalam pencernaan karbohidrat. α-glukosidase terutama diproduksi di mukosa epitel usus kecil membelah ikatan glikosidik dalam karbohidrat kompleks untuk melepaskan monosakarida yang dapat diserap. Oleh karena itu, inhibitor α-glukosidase bisa menjadi terapi terapi yang menarik pada pasien diabetes tipe 2 (Olokoba dkk., 2012). Penggunaan bahan alami untuk pengobatan diabetes mellitus telah menjadi warisan dan merupakan hal penting di seluruh dunia termasuk Indonesia, banyak tanaman di Indonesia digunakan secara turun temurun sebagai pengobatan diabetes melitus sehingga dapat dijadikan sumber dalam pencarian agen anti diabetes dengan penghambatan terhadap α-glukosidase (Mun’im dkk., 2013).

Salah satu tanaman yang digunakan secara turun temurun adalah tanaman ketapang (Terminalia catappa L.),  tanaman ini merupakan tanaman famili Combretaceae. Tanaman ini merupakan tanaman yang banyak digunakan sebagai bahan pengobatan pada banyak suku di Indonesia seperti suku Tolaki di Sulawesi Tenggara, suku moor di Papua, Suku Muna di Sulawesi Tenggara, suku sangir dan bolaang mongondow di Sulawesi Utara . Penggunaan serta khasiat yang diharapkan oleh tiap suku pun berbeda beda. Uniknya oleh suku sangir dan bolaang mongondow di Sulawesi utara, tanaman ketapang dapat digunakan sebagai obat gula atau penurun gula darah. (Nurrani dkk., 2014)

Molecular docking (MD/ Penambatan molekul) merupakan prosedur komputasi yang berusaha memprediksi ikatan monokovalen antara makromolekul (reseptor) dan molekul kecil (ligan) secara efisien, dimulai dengan struktur yang belum berikatan, struktur yang dihasilkan dari simulasi MD atau pemodelan homolog,dll. Tujuannya untuk memprediksi konformasi ikatan dan afinitas ikatannya. (Trott dan Olson, 2009)

Teknik molecular docking secara signifikan dapat mengurangi banyaknya senyawa yang harus di skrining secara eksperimental sebab molecular docking dapat menskrining senyawa yang dilakukan hanya dengan bantuan seperangkat komputer dan software dengan waktu dan biaya yang minimal.

Tujuan:

Menelusuri senyawa pada tanaman ketapang yang berpotensi menghambat enzim alfa-glukosidase sebagai bahan aktif pengobatan diabetes melitus.

Metode Penelitian : 

A. Persiapan Molecular Docking

Penelitian ini menggunakan komputer dengan spesifikasi Windows 7 Professional 32-bit (6.1, Build 7600) (7600.win7_rtm.090713-1255). Software yang diinstal adalah ChemDraw Ultra 12.0 yang digunakan untuk menggambar struktur ligan dalam 2D. Untuk visualisasi molekul 3D dan meminimalkan energi ligan melalui kalkulasi MM2, digunakan software Chem3D 12. Software Autodock tools digunakan untuk preparasi ligand dan protein sebelum ditambatkan . Autodock vina  digunakan dalam melakukan proses penambatan molekul. PyMOL digunakan untuk visualisasi dan analisis interaksi antara ligan dan enzim.

Struktur enzim 3D yang digunakan pada penelitian ini adalah enzim Alphaglucosidase (PDB ID : 3A4A). Enzim tersebut diunduh dari bank data protein (PDB) (www.rcsb.org).

Selain itu, kami mendapatkan struktur senyawa uji dari database molekul ( https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov ).

B. Preparasi Enzim

Enzim Alphaglucosidase diunduh dari Bank data protein (www.rcsb.org) lalu melalui semua molekul air dihilangkan, enzim kemudian dipisahkan dari ligan aslinya menggunakan software PyMOL. Kemudian enzim dipreparasi dengan menambahkan hydrogen polar mengunakan  autodock tools disimpan dalam bentuk ekstensi file .PDBQT . Enzim target siap untuk dilakukan proses penambatan molekul.

C. Preparasi Ligan

Ligan asli serta 8 senyawa terpilih dari daftar kandungan senyawa berkhasiat dari tanaman  Terminalia catappa L. yang akan dilakukan penambatan molekul, digambar secara 2D, kemudian divisualisasi secara 3D dan diminimalisasi energinya menggunakan metode MM2 dan disimpan dalam ekstensi file PDB. Metode yang digunakan dalam meminimalkan energi yaitu metode force field molecular mechanism MM2. Kemudian ditambahkan hidrogen polar melalui autodock tools dan disimpan dalam bentuk ekstensi file .PDBQT. (Kasahara & Hemmi, 1986)

D. Griding

Griding digunakan untuk menentukan regionenzim yang tepat untuk dilakukan penambatan. Pada penelitian ini kami menggunakan ligand asli sebagai refrensi letak penambatan ligan. Proses ini menggunakan software autodock tools.

E. Proses penambatan molekul

Proses penambatan molekul digunakna software autodock vina. File enzim dan ligan yang berekstensi .pdbqt dimasukkan dalam satu folder. Karena ada 9 senyawa yang diuji maka dibuat 9 folder. Kemudian ditambahkan “conf.txt”, merupakan teks berekstensi .txt yang berisi nama file, dan griding region posisi melekatnya ligan.

kemudian software dijalankan dengan perintah teks di CMD. output dari docking dengan autodock vina adalah “log.txt” merupakan file berformat txt yang berisi afinitas ligand setelah didocking, serta ligand hasil docking yang berformat .pdbqt.

F. Visualisasi

Ligan yang telah ditambatkan serta enzimnya divisualisasikan menggunakan software Pymol. Software ini mampu membaca berbagai macam ekstensi enzim dan ligan. Selain itu, dari software Pymol juga di dapatkan daftar interaksi antara ligan dan enzimnya dalam bentuk nilai afinitas.

Hasil

nama spesies senyawa kandungan hasil afinitas alpha-glucosidase
Senyawa kontrol Ligan asli -6
Terminalia catappa L. Corilagin -12
Terminalia catappa L. terflavins A -11.8
Terminalia catappa L. terflavins B -11.4
Terminalia catappa L. granatin B -11
Terminalia catappa L. β-sitosterol-3-O-β-D-glucoside -10.5
Terminalia catappa L. apigenin 8-C-(2″-O-galloyl)-β-D-glucopyranoside -10.5
Terminalia catappa L. Tercatain -10.2
Terminalia catappa L. apigenin 6-C-(2″-O-galloyl)-β-D-glucopyranoside -9.9

Afinitas merupakan parameter yang menunjukkan besarnya ikatan ligan ke sisi reseptor, afinitas yang semakin besar menunjukkan semakin kuatnya ikatan antara ligan dengan sisi reseptor dan sebaliknya. Suatu senyawa sebagai ligan dengan afinitas besar berpotensi jika digunakan dalam pengobatan sebab ligan dengan afinitas yang lebih besar mampu menggeser ikatan ligan dengan afinitas yang lebih rendah, sehingga senyawa tersebut mampu memberikan efek yang diinginkan setelah berikatan dengan reseptor tertentu.

Di termokimia, nilai (+) atau (-) menunjukkan arah. Nilai (+) menunjukkan bahwa reaksi tersebut merupakan reaksi endoterm dimana dalam reaksi tersebut dibutuhkan sejumlah energy (kalor), sedangkan nilai (-) menunjukkan bahwa reaksi tersebut merupakan reaksi eksoterm dimana dalam reaksi tersebut dilepaskan sejumlah energy (kalor). Reaksi yang baik adalah reaksi yang cenderung tidak membutuhkan energi (melepaskan energi). Reaksi endoterm terjadi ketika ada kalor yang terserap (dibutuhkan) untuk terjadinya reaksi, sedangkan reaksi eksoterm terjadi ketika ada kalor yang dikeluarkan ke lingkungan. Sehingga jika terjadi suatu reaksi eksoterm antara ligan dan reseptor, maka akan semakin mudah reaksi terbentuk kompleks ligand reseptor.

Berikut adalah skema teori pendudukan reseptor :

K1 merupakan konsentrasi yang menunjukkan banyaknya ligan yang menduduki reseptor. Semakin besar k1, maka semakin besar pula konsentrasi ligan yang menduduki reseptor, sehingga menimbulkan intensitas efek yang lebih besar. Begitu pula sebaliknya, k2 merupakan konsentrasi yang menunjukkan banyaknya ligan yang lepas (atau yang tidak berikatan) dari reseptor. Semakin besar k2, maka semakin sedikit pula konsentrasi ligan yang menduduki reseptor, sehingga menimbulkan intensitas efek yang lebih besar.Perbandingan antara nilai k1 dengan k2 inilah yang disebut sebagai afinitas. Maka untuk mendapatkan ikatan antara obat dan reseptor yang nantinya dapat memberikan efek terapetik yang diinginkan dapat dilihat dari nilai afinitas yang besar.

Oleh karena itu, pemilihan suatu senyawa sebagai ligan yang berpotensi baik dalam berikatan dengan reseptor didasari oleh nilai afinitas yang semakin besar. Semakin kecil nilai afinitas atau semakin negatif nilai antara ikatan ligan dengan reseptornya dapat mengindikasikan bahwa senyawa tersebut semakin berpotensi dapat memberikan efek terapetik yang diinginkan.

Dari hasil molecular docking senyawa pada tanaman ketapang, menunjukkan terdapat 8 senyawa yang berpotensi tinggi berikatan dengan reseptor Alphaglucosidase yang nantinya dapat menghambat enzim tersebut untuk memecah karbohidrat menjadi monosakarida sehingga karbohidrat tidak diabsorpsi dan gula dalam darah dapat terkontrol. Dari 8 senyawa yang berpotensi tersebut, senyawa yang memiliki potensi tertinggi adalah senyawa corilagin dengan nilai afinitas sebesar -12. Lebih potensial diabandingkan ligand asli sebagai kontrol.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil virtual screening dengan metode molecular docking, dapat disimpulkan bahwa tanaman ketapang (Terminalia catappa L.) berpotensi sebagai anti diabetes dengan corilagin sebagai senyawa utama yang berpotensi berikatan dengan enzim α-glukosidase.