PROFESI KITA SEDANG SAKIT
PMK atau yang sering disebut dengan Permenkes merupakan Peraturan yang ditetapkan oleh Mentri diatur dalam Pasal 7 Ayat 1 Bab III UU No 12 Tahun 2011. Pembuatan Permenkes dilaksanakan dalam rangka penyelenggaran urusan tertentu dalam lingkup kesehatan. Pada lingkup farmasi sendiri belum ada UU yang mengatur regulasi secara spesifik tentang Profesi ini. Pada tahun 2004, Profesi kita yaitu farmasi menuntut adanya UU Farmasi bersamaan dengan Bidan dan Perawat. UU Perawat sendiri disahkan tahun 2014, dan UU Bidan disahkan pada tahun kemarin, 2019. Tidak adanya UU Farmasi ini sangat riskan karena rentan adanya peraturan peraturan baru yang hampir setiap tahun berubah.
Terbaru adanya PMK No 3 tahun 2020 yang baru disahkan pada tahun ini. Sudah tidak asing mestinya dengan PMK yang ini. Bagaimana tidak? Pada PP 51 tahun 2009 dan PMK tahun 2016, Pelayan farmasi di Rumah Sakit dijelaskan bagaiaman standar pelayanan farmasi di RS. Dapat disimpulkan pelayanan farmasi pada PMK tahun 2016 tergolong medik yang berarti tidak jauh jauh dari pasien. Tetapi pada PMK tahun 2019 tidak dijelaskan bagaimana standar pelayanan farmasi di RS, dimana farmasi hanya sebagai penunjang medik, tak dijelaskan bagaimana standar pelayanannya. Sedangkan, PMK no 3 pada tahun 2020 terjadi perubahan pada beberapa pasalnya. Seperti hilangnya pasal 7 ayat 2 huruf c yaitu hilangnya pelayanan penunjang medik yang dijelaskan lebih lanjut pada pasal 10 ayat 1 hingga 4. Pada PMK 2020 pasal 10 berisi Pelayanan nonmedik terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya. Dengan ini pelayanan farmasi di RS termasuk non medik.
Dengan melihat rentetan seperti ini, bukan tidak mungkin ditahun tahun kedepan adanya peraturan peraturan baru yang dapat terus mengikis nama farmasi. Ya mungkin sebagian orang menganggap “Itu hanya formalitas, hanya sebuah ketikan, untuk kerjanya ya sama aja”, tapi kita ada di Negara hukum, tanpa adanya perlindungan hukum, bukan tidak mungkin esok ditahun keberapa farmasi hanya sebuah nama.
SESI DISKUSI
- Apa dampak PMK No 3 tahun 2020 terhadap pekerjaan apoteker?
Tidak adanya kejelasan tentang praktik kefarmasiaan. Karena tidak jelasnya praktik kefarmasian ranah kerja farmasi sampai saat ini sering sekali adanya penyalahgunaan praktik kefarmasian. Sehingga farmasis butuh payung hukum yang kuat berupa UU Kefarmasian
- Jika RUU sudah disahkan, akankah ada peraturan lain yang saling tumpang tindih?
Jika RUU yang disahkan nantinya tumpang tindih dengan peraturan dibawahnya, maka peraturan dibawahnya tidak sah.
- Apa saja tuntutan yang ditolak di PMK dan yang didesak untuk disahkan di RUU?
Tuntutan yang ditolak pada PMK tahun 2020 yaitu perubahan tenaga kefarmasian dari medis menjadi non-medis. Adapun yang didesak untuk disahkan diantara lain yang sudah dijelaskan pada UU No 36 thn 2009
- Apa website resmi untuk press rilis tindak lanjut pengawalan RUU Kefarmasian?
Bisa dilihat fanpage instagram ISMAFARSI, dan website farmasetika.com
Kesimpulan
Sebagai mahasiswa seharusnya kita sadar bagaiman gentingnya sekarang profesi yang akan kita jalankan nanti. Adanya PMK No 3 thn 2020 ini jelas sulit diterima, untuk mempertahankan profesi kita, kita perlu mengawal PMK dan RUU ini seperti apa kelanjutannya. Perbedaan dari PMK tahun 2016, 2019, 2020 merupakan kemunduran bagi profesi kita. Semoga kita sadar bagaiman gentingnya profesi kita sekarang. Tidak perlu mengumbar pharmacy not laundry, tidak akan merubah apa apa, yang ada kita akan merendahkan profesi lain. Tolak PMK, Sahkan RUU!! HIDUP FARMASI INDONESIA!!